Wednesday, March 13, 2013

Evaluasi Kurikulum


oleh :  Anis Ro’iyatunisa 1103104

1.    Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan bagian dari pendidikan dalam lingkup yang luas. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Evaluasi merupakan bagian penting dalam proses pengembangan kurikulum, baik dalam pembuatan kurikulum baru, memperbaiki kurikulum yang ada atau menyempurnakannya. Evaluasi yang tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mendukung terjadinya fasa pengembangan ini dengan efektif dan bermakna.
Menurut Olivia (1983) evaluasi adalah alat untuk menentukan keputusan apa yang perlu dikembangkan dan utuk memberikan dasar efek-efek yang berkembang. Evaluasi kurikulum merupakan suatu proses evaluasi terhadap kurikulum secara keseluruhan baik yang bersifat makro, ruang lingkup luas  (ideal curiculum) atau lingkup mikro (actual curiculum) dalam bentuk pembelajaran.
·                 Indikator keberhasilan kurikulum mencakup :
1)      Sosialisasi kurikulum
2)      Penyusunan silabus
3)      Penyusunan program tahunan dan semester
4)      Penyusunan rencana pembelajaran
5)      Penyusunan bahan ajar
6)      Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.

2.    Tujuan Evaluasi Kurikulum 
Evaluasi kurikulum ditujukan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Diadakannya evaluasi di dalam proses pengembangan kurikulum bertujuan untuk:

Perbaikan Program
Peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan yang diperlukan dalam program kurikulu  yang sedang dikembangkan.
Pertanggungjawaban kepada Semua Pihak
Dalam mempertanggungjawabkan hasil yang telah dicapai, pihak pengembangan kurikulum perlu mengemukakan kelebihan dan kekurangan kurikulum yang sedang dikembangkan.
Penentuan tindak lajut hasil pengembangan
 
3.    Model Evaluasi Kurikulum 
Measurement
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok.
Hasil evaluasi digunakan terutama untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektifitas antara dua atau lebih program /metode.

Congruence
Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau congruence antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan hasil pendidikan telah terjadi.
Hasil evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada pihak-pihak diluar pendidikan.

             Illumination
Evaluasi pada dasarnya merupakan studi mengenai pelaksanaan program, serta pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar.
Evaluasi lebih didasarkan pada judgement (pertimbangan) yang hasilnya diperlakukan untuk penyempurnaan program.

Educational System Evaluation
Evaluasi pada dasarnya adalah perbandingan antara performance setiap dimensi program dan kriteria, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi dan judgemen. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan penyimpulan hasil program secara keseluruhan.

Model CIPP
Model ini menitik beratkan pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya: karakteristik peserta didik, tujuan program, dan peralatan yang digunakan, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri.

4.    Tinjauan Masing-masing Model
Measurement
Konsep measurement lebih menekankan pada pentingnya obyektivitas dalam proses evaluasi. Aspek obyektivitas perlu dijadikan landasan yang terus menerus dalam rangka mengembangkan konsep dan sistem evaluasi kurikulum. Disamping itu, pendekatan pada konsep ini masih sangat besar pengaruhnya dan dirasakan faedahnya dalam berbagai kegiatan pendidikan, seperti seleksi dan klasifikasi siswa, pemberian nilai di sekolah dan kegiatan penelitian pendidikan.
Kelemahan dari konsep ini terletak pada penekanannya yang berlebihan pada aspek pengukuran dalam kegiatan evaluasi pendidikan.

Congruence
Konsep congruence telah memperlihatkan adanya “high degree of integration with the intructional process”. Dengan mengkaji efektivitas kurikulum dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, hal ini akan memberikan fed back kepada pengembangan kurikulum tentang tujuan-tujuan mana yang sudah dan belum tercapai.
Kelemahan dari konsep ini terletak pada ruang lingkup evaluasinya. Sekalipun tujuan evaluasinya diarahkan pada kepentingan penyempurnaan program kurikulum, tapi konsep ini tidak menjadikan input dan proses pelaksanaan sebagai objek langsung evaluasi.

Illumination
Konsep illumination menekankan pentingnya dilakukan evaluasi yang berkelanjutan selama proses pelaksanaan kurikulum sedang berlangsung. Gagasan yang terkandung dalam kosep ini memang penting dan menunjang proses penyempurnaan kurikulum, karena pihak pengembang kurikulum akan memperoleh informasi yang cukup terintegrasi sebagai dasar untuk mengoreksi dan menyempurnakan kurikulum yang sedang dikembangkan.
Kelemahan dari konsep ini terutama terletak pada teknis pelaksanaannya. Pertama, kegiatan evaluasi tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria yang jelas sebagai dasar bagi pelaksanaan dan penyimpulan hasil evaluasi. Kedua, obyektivitas dari evaluasi yang dilakukan perlu dipersoalkan.

Educational System Evaluation
Konsep ini memperlihatkan banyak segi yang positif untuk kepentingan proses pengembangan kurikulum. Suatu bagian dari konsep kurikulum ini yang dipandang sebagai kelemahan adalah mengenai pandangannya tentang evaluasi untuk menyimpulkan kebaikan program secara menyeluruh.

Model CIPP
Model evaluasi ini menggambarkan cakupan evaluasi kurikulum yang cukup luas, tidak hanya mencakup aspek pembelajaran saja sebagai implementasi kurikulum, namun keseluruhan aspek mulai dari: konteks (contect), masukan (input), proses (process), dan hasil (product).




Referensi :
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2009). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpen UPI.

Friday, March 8, 2013

Pendekatan, Model dan Prosedur Pengembangan Kurikulum


oleh :  Anis Ro’iyatunisa 1103104

1.    Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Sehingga bila dikaitkan dengan kurikulum, pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses  pengembangan kurikulum. Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, jika dilihat dari aspek perencanaannya ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut:

a.    Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ciri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berfikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative capability).
Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengelolaan informasi balikan (feedback) secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri (regenerative capability), baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.

b. Pendekatan Sistem (System Approach)
Pendekatan sistem adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk memahami teori organisasi dan praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa aspek, antara lain: (a) filsafat sistem, yaitu sebagai cara berfikir (way of thingking) tenang fenomena secara keseluruhan, (b) analisis sistem, yaitu metode atau teknik dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision making), dan (c) manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem ditengah mengelola organisasi.

c. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, guru lebih sedikit member informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik.

d. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)
Pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secar global oleh pengembang kurikuum. Pengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat pendidikan, visi-visi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai.

e.  Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang masalah-masalah, keinginan, harapan, dan kesulitan-kesulitan yang ereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian.

f.  Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam studi tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :
o  Pendekatan Sentralisasi (Centralized Approach)
Pendekata ini disebut juga pendekatan Top-Down, yaitu pedekatan yang menggunakan sistem komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat dan sesuai dengan garis komando.
o  Pendekatan Disentralisasi (Dicentralized Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth, yaitu suatu sistem pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum ditingkat sekolah, baik secara individual maupun secara kelompok.

2. Model Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan. Beberapa model pengembangan kurikulum antara lain:

a.    Model Ralp Tyler
Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan Tyler, menurut Tyler ada empat tahap pengembangan kurikulum, meliputi :
1)        Menentukan tujuan pendidikan;
2)        Menentukan proses pembelajaran yang harus dilakukan;
3)        Menentukan organisasi pengalaman belajar;
4)        Menentukan evaluasi pembelajaran;

b.   Model Administratif
Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah top down (dari atas ke bawah)  atau line-self-procedure, artinya pengalaman kurikulum ini ide awal dan pelaksanaannya dimulai dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum.



c.    Model Grass Roots
Pengembangan kurikulum model ini kebalikan dari model administratif. Model Grass Roots merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Dalam proses pengembangann kurikulum ini diawali atau dimulai dari gagasan guru-guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik menuju pada bagian-bagian yang lebih besar.
Hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum model Grass Roots, diantaranya:
1)      Guru harus memiliki kemampuan yang profesional;
2)      Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyelesaian permasalahan kurikulum;
3)      Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemeliharaan bahan, dan penentuan evaluasi;
4)      Pemahaman guru mengenai kurikulum akan menghasilkan konsensus tujuan, prinsip dan rencana-rencana.

d.   Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah (grass roots). Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan atau ketidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu.

e.    Model Miller-Seller
Model pengembangan kurikulum Miller-Seller merupakan pengembangan kurikulum kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s & Robinson), dengan tahapan pengembangan sebagai berikut:
1)      Klarifikasi Orientasi Kurikulum
Orientasi merefleksikan pandangan filosofis, psikologis dan sosiologis terhadap kurikulum yang seharusnya dikembangkan. Menurut Miller dan Seller ada 3 jenis orientasi kurikulum yaitu : transmisi, transaksi, dan transformasi.
2)      Pengembangan Tujuan
3)      Identifikasi Model Mengajar
Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan model mengajar yang akan digunakan, yaitu:
·      Disesuaikan dengan tujuan umum maupun tujuan khusus;
·      Strukturnya harus sesuai dengan kebutuhan siswa;
·      Guru yang menerapkan kurikulum itu harus sudah memahami secara utuh, sudah dilatih, dan mendukung model;
·      Tersedia sumber-sumber yang esensial dalam pengembangan model.

f.     Model Taba (Inverted Model)
Model Taba merupakan modifikasi model Tyler. Modifikasi tersebut penekanannya terutama pada pemusatan perhatian guru. Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam usaha pengembangan kurikulum. Menurut Taba, guru harus penuh aktif dalam pengembangan kurikulum. Langkah-lanhkah pengembangan kurikulum, yaitu:
2)      Mengadakan unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru
3)      Menguji unit eksperimen
4)      Mengadakan revisi dan konsolidasi
5)      Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a framework)
6)      Implementasi dan desiminasi

g.    Model Beauchamp
Model ini dikembangkan oleh George A. Beauchamp, seorang ahli kurikulum. Menurut Beauchamp, proses pengembangan kurikulum meliputi lima tahap, yaitu :
1)      Menentukan arena atau wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum
2)      Menetapkan personalia
3)      Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum
4)      Implementasi kurikulum
5)      Evaluasi kurikulum

3.    Prosedur atau Proses Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama yakni pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan pedoman instruksional.

a.    Pedoman Kurikulum
Pedoman kurikulum disusun untuk menentukan dalam garis besarnya yaitu: apa yang akan diajarkan, kepada siapa diajarkan, apa sebab diajarkan dengan tujuan apa, dan dalam urutan yang bagaimana. Pedoman Kurikulum meliputi:
·      Latar belakang, yang berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang menjadi sasaran, raional bidang studi atau matakuliah, struktur organisasi bahan pelajaran;
·      Silabus, yang berisi matapelajaran secara lebih terinci yang diberikan yakni scope (ruang lingkup) dan sequence nya (urutan penyajiannya);
·      Disain Evaluasi.

b.  Pedoman Instruksional
Pedoman Intruksional diperoleh atas usaha pengajar untuk menguraikan isi pedoman kurikulum agar lebih spesifik sehingga lebih mudah untuk mempersiapkannya sebagai pelajaran dalam kelas. Dengan demikian apa yang diajarkan benar-benar bersumber dari pedoman kurikulum.

Referensi :
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2009). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpen UPI.
TirtaNizer (2012,15 November).Pendekatan Dan Model Pengembangan Kurikulum. [Online].Tersedia:http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/11/pendekatan-dan-model-pengembangan.html [6 Maret 2013].
T.n.(2012, 21 Februari ).Proses Pengembangan Kurikulum. [Online].Tersedia:  http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/02/proses-pengembangan-kurikulum.html [6 Maret 2013].

CARA HIDUNG MERESPON BAU

Manusia memiliki lima indera yang memiliki fungsi berbeda-beda. Salah satu dari lima indera tersebut adalah hidung yang berperan sebagai a...