LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
INSTRUMEN
Analisis Kuantitatif Zat Aditif (Vitamin C, Kafein Dan Na-Benzoat) dalam
Sampel Minuman Hemaviton Energi dengan Instrumen HPLC
Tanggal Praktikum : 21 April
2014
Dosen Pembimbing:
Soja Siti
Fatimah, S.Si, M.Si.
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Anis Ro’iyatunisa (1103104)
Artha Lia Emilda (1100317)
Aulia Rahim (1100085)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
A.
Tanggal Praktikum : 21
April 2014
B.
Judul
Praktikum
Analisis Kuantitatif Zat Aditif (Vitamin C, Kafein dan Na-Benzoat)
dalam Sampel Minuman Hemaviton Energi dengan Instrumen HPLC
C. Tujuan
Percobaan
1.
Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kuantitatif
2. Melakukan
preparasi dengan tepat dan akurat serta dapat mengikuti manual pengoperasian
instrumen HPLC
3. Menentukan
kadar zat aditif (Vitamin C, Kafein dan
Na-Benzoat) dalam sampel minuman hemaviton energi.
D. Tinjauan Pustaka
HPLC (High Performance
Liquid Chromatography) atau bisa disebut juga dengan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960an dan awal tahun 1970an. HPLC
merupakan perangkat peralatan yang penting dalam perkembangan dunia analisis
bahan baku maupun bahan pencemar. Fungsi utama HPLC pada dasarnya adalah
kemampuannya dalam memisahkan berbagai komponen penyusun dalam suatu sampel.
Kinerja tinggi dari kromatografi awalnya ditentukan oleh ketinggian tekanannya,
namun perkembangan teknologi telah menghasilkan produk kromatografi cair
berkinerja tinggi dengan tekanan yang tidak terlalu tinggi.
HPLC merupakan teknik pemisahan yang
secara luas digunakan dalam pemisahan dan pemurnian sampel di berbagai bidang
seperti farmasi, lingkungan, industri makanan dan minuman, industri polimer,
dan berbagai bahan baku. Secara umum HPLC digunakan dalam kondisi-kondisi
berikut :
a.
Pemisahan berbagai senyawa organik maupun anorganik.
b.
Analisis ketidakmurnian.
c.
Analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap.
d.
Penelitian molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion.
e.
Isolasi dan pemurnian senyawa
f. Pemisahan
senyawa-senyawa dengan struktur kimia yang mirip dan dalam jumlah kecil.
Instrumen pada HPLC terdiri dari wadah fasa gerak, fasa gerak,
pompa, tempat injeksi, kolom, fasa diam, detektor, dan perangkat pendukung
lainnya.
1. Wadah Fasa Gerak
Wadah fasa gerak dalam HPLC harus terbuat dari bahan yang bersih
dan inert. Wadah pelarut kosong atau labu laboratorium dapat digunakan sebagai
wadah fasa gerak. Wadah inert biasanya menampung fasa gerak antara 1-2 liter
pelarut. Sebelum digunakan, wadah fasa gerak harus dibebasgaskan karena adanya
gas akan menimbulkan gelembung gas pada pompa dan detektor yang akan
mengacaukan hasil analisis.
Gambar
1. Tempat fasa gerak dalam instrumen HPLC
2. Fasa Gerak
Fasa gerak dalam
HPLC harus berupa pelarut, buffer, ataupun reagen dengan tingkat kemurnian yang
tinggi, yaitu suatu cairan yang berderajat HPLC. Adanya pengotor dalam fasa
gerak akan menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Partikel-partikel
kecil yang terdapat dalam fasa gerak yang kurang murni dapat mengakibatkan
kekosongan kolom HPLC.
Fasa gerak atau dikenal juga denga istilah
eluen umumnya merupakan campuran pelarut yang berperan dalam daya elusi dan
resolusi analisis. Daya elusi dan resolusi HPLC ditentukan oleh polaritas
keseluruhan pelarut, polaritas fasa diam, dan sifat-sifat komponen dalam
sampel. Secara umum ada dua tipe fasa gerak, yaitu :
a. Fasa gerak
(eluen isokratik), yaitu eluen dengan komposisi pelarut yang tidak berubah
selama percobaan kromatografi.
b. Fasa gerak
(eluen gradien), yaitu fasa gerak dengan komposisi pelarut yang berubah selama
percobaan kromatografi.
Berdasarkan kepolaran fasa gerak
dibandingkan fasa diamnya, fasa gerak dibedakan menjadi :
a. Fasa normal,
yaitu fasa diam lebih polar dari fasa gerak. Kemampuan elusinya akan meningkat
seiring peningkatan polaritas.
b. Fasa
terbalik, yaitu fasa diam kurang polar dari fasa gerak. Kemampuan elusi akan
menurun seiring peningkatan kepolaran fasa geraknya.
Dalam HPLC fasa
terbalik, fasa gerak yang paling sering digunakan adalah campuran larutan
buffer-metanol atau campuran air-asetonitril. Sedangkan dalam fasa normal,
sering digunakan campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut
terklorinasi atau menggunakan pelarut jenis-jenis alkohol.
3. Pompa
Pompa yang cocok
digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat seperti syarat wadah
pelarut yaitu pompa harus inert terhadap fasa gerak. Bahan yang dipakai untuk
pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang
digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000Psi. Dan mampu
mengalirkan fasa gerak dengan kecepatan alir 3ml/menit. Untuk keperluan
preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fasa gerak dengan
kecepatan alir 20ml/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantar fasa
gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fasa gerak berlangsung secara
tepat, reproduksibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada dua jenis pompa
dalam HPLC, yaitu :
a. Pompa dengan
tekanan konstan
b. Pompa dengan
aliran fasa gerak yang konstan
Tipe pompa dengan
aliran fasa gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe
pompa dengan tekanan konstan.
Gambar 2. Skema pompa instrumen HPLC
Gambar
3. Pompa dalam instrumen HPLC
4. Tempat Injeksi
Sampel-sampel cair
dan larutan disuntikkan secara langsung kedalam fasa gerak yang mengalir dibawah
tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan
karat dan katup yang dilengkapi dengan keluk sampel internal dan eksternal.
Gambar 4.
Posisi saat
memuat sampel
|
Gambar 5.
Posisi saat menyuntikkan sampel
|
5. Kolom
Kolom merupakan
bagian HPLC yang merupakan tempat fasa diam untuk berlangsungnya proses
pemisahan sampel. Ada dua jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan
kolom mikrobor. Dalam beberapa hal, kolom mikrobor lebih menguntungkan:
a. Konsumsi
fasa gerak kolom mokrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom
konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fasa gerak lebih lambat
(50-100 mL/menit)
b. Adanya
aliran fasa gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobar lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.
c. Sensitivitas
kolom mikrobar ditingkatkan karena sampel lebih pekat, karenanya jenis kolom
ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas.
Dalam prakteknya, kolom mikrobar
tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.
6. Fasa Diam
Sebagian besar fasa diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi
secara kimiawi. Silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stirena
dan divinil benzena. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena
adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi
dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini bereaksi
dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus fungsional lain. Oktadesil
silika (ODS atau C18) merupakan fasa diam yang rendah, sedang,
maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi sesuai untuk
sampel yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih
cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak
dimodifikasi akan memberikan waktu retendi yang bervariasi disebabkan adanya
kandungan air yang terkandung didalamnya.
7. Detektor
Detektor pada
HPLC dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu :
a. Detektor
universal, yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif. Contohnya detektor indeks biasdan detektor
spektrometri massa.
b. Detektor
yang spesifik, yang hanya akan mendeteksi sampel secara spesifik dan selektif.
Seperti detektor UV-VIS, detektor flouresensi, dan detektor elektrokimia.
Detektor yang ideal memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Mempunyai
respon terhadap sampel yang cepat dan reproduksibel.
b. Mempunyai
sensitivitas tinggi, yaitu mendeteksi sampel pada kadar sangat kecil
c. Stabil dalam
pengoperasiannya
d. Mempunyai
sel volume yang kecil, sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.
e. Sinyal yang
dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi sampel pada kisaran yang kuat.
f. Tidak peka
terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa gerak.
Detektor
|
Sensitivitas
(g/mL)
|
Kisaran Linier
|
Karakteristik
|
Absorbansi UV-VIS
fotometer filter
|
5x10-10
|
104
|
Sensitivitas bagus, paling sering digunakan,
selektif terhadap gugus-gugus, dan struktur-struktur yang tidak jenuh.
|
Spektrofotometer
|
5x10-10
|
105
|
|
Spektrometer
photo-diode array
|
>2x10-10
|
105
|
|
Flouresensi
|
104
|
104
|
Sensitivitas sangat bagus, selektif, tidak peka
terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa gerak.
|
Indeks bias
|
5x10-7
|
104
|
Hampir bersifat universal akan tetapi
sensitivitasnya sedang. Sangat sensitif terhadap suhu, dan tidak dapat
digunakan pada elusi bergradien.
|
Elektrokimia
Konduktimetri
Amperometri
|
10-8
10-12
|
104
105
|
Peka terhadap suhu dan kecepatan alir fasa gerak,
tidak dapat digunakan pada elusi bergradien. Hanya mendeteksi solut-solut
ionik. Sensitivitas sangat bagus, selektif tetapi timbul masalah dengan
adanya kontaminasi elektroda.
|
8. Perangkat Pendukung
Perangkat pendukung yang digunakan dalam HPLC dapat berupa
komputer. integrator, dan rekorder.
Gambar
7. Skema alat HPLC
Derivatisasi
pada HPLC melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu sampel dengan suatu reagen
untuk mengubah sifat fisika dan kimia suatu sampel. Tujuan utama penggunaan derivatisasi
pada HPLC adalah untuk :
a. Mengubah
struktur molekul atau polaritas sampel sehingga menghasilkan puncak yang lebih
baik.
b. Merubah
matriks sehingga diperoleh pemisahan yang baik
c. Menstabilkan
sampel yang sensitif
Suatu reaksi derivatisasi harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)
Produk
yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar UV maupun sinar tampak atau
dapat membentuk senyawa berflouresen sehingga dapat dideteksi dengan
spektroflourometri.
2)
Proses
derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100%)
3)
Produk
hasil derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi.
4)
Sisa
pereaksi untuk derivatisasi harus tidak menganggu pemisahan.
Zat aditif pada makanan dan minuman adalah zat-zat yang ditambahkan
selama proses produksi, pengemasan, atau penyimpanan agar mutu dan kestabilan
makanan dan minuman tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang
mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan. Pada awalnya zat aditif
tersebut berasal dari tumbuhan yang disebut zat aditif alami. Umumnya zata
ditif alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia.
Akan tetapi, jumlah penduduk bumi semakin banyak menuntut jumlah makanan dan
minuman yang lebih besar sehingga zataditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh
karena itu, industri makanan dan minuman yang memakai zat aditif buatan
(sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia yang kemudian
direaksikan. Zat aditif sintesis yang berlebihan dapat menimbulkan beberapa efek
samping.
Terdapat berbagai zat
aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan minuman seperti natrium
benzoat, vitamin C, dan kafein untuk masing-masing tujuan tertentu. Ketiga zat
aditif tersebut merupakan senyawa yang memiliki sifat kepolaran yang berbeda
dan memiliki gugus kromofor yang menyebabkan senyawa tersebut dapat menyerap
sinar UV. Berdasarkan karakteristik senyawa ini memungkinkan dilakukannya
analisis dengan teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa
gerak polar.
E. Alat dan Bahan
#
Alat
1) Perangkat
HPLC 1 set
2) Neraca
analitik 1 set
3) Spatula 1
buah
4) Labu
ukur 10mL 6 buah
5) Labu
ukur 50mL 1 buah
6) Corong
pendek 1 buah
7) Pipet
tetes 2
buah
8) Gelas
kimia 20mL 1 buah
9) Gelas
kimia 500mL 1 buah
10) Ultra
sonic vibrator 1 set
11) Pipet
volum (1-5 mL) masing-masing 1
buah
12) Botol
vial 11 buah
# Bahan
1) Natrium
Benzoat (p.a) 10 mg
2) Kafein 10 mg
3) Vitamin
C standar 5 mg
4) Metanol 280 mL
5) Aquabides 120 mL
6) Sampel
minuman 2 mL
7) Membran
PTFE 2 buah
F.
Prosedur Kerja Praktikum
1) Pembuatan Fasa Gerak
Aquabides diambil sebanyak 120 mL, dimasukkan
kedalam gelas kimia 500 mL. Dicampurkan dengan etanol sebanyak 280 ml.
Perbandingan aquabides dan etanol 30% : 70%.
2)
Pembuatan Larutan Induk
Larutan induk dibuat dari campuran Na-benzoat,
vitamin C dan kafein. Pertama, Na-benzoat ditimbang sebanyak 10 mg, vitamin C
sebanyak 5 mg, dan kafein sebanyak 10 mg. Ketiga zat tersebut dilarutkan dengan
fasa gerak menggunakan labu ukur 50 mL. Larutan ditanda bataskan hingga volume
50 mL. Larutan induk kemudian dihomogenkan menggunakan ultrasonic vibrator selama ± 5 menit.
3)
Pembuatan Deret Larutan Standar
Pembuatan larutan standar, dibuat dengan cara
mengencerkan larutan induk dengan fasa gerak. Larutan induk dipipet sebanyak
1mL, 2mL, 3mL, 4mL, 5mL dan 6mL, masing-masing dimasukkan kedalam labu ukur
10mL. Kemudian ditandabataskan menggunakan fasa gerak hingga volummenya 10mL.
Larutan standar kemudian disaring dengan membran PTFE. Hasil penyaringan ditampung
dalam botol vial kering yang telah dioven. Selanjutnya dilakukan penghilangan
gelembung dengan cara degassing.
4)
Preparasi Sampel
Dalam preparasi sampel, sampel dipipet sebanyak
2mL. Sampel dilarutkan dengan fasa gerak dan ditandabataskan dalam labu ukur
10mL. Kemudian disaring mengunakan membran PTFE dan hasil penyaringan disimpan
dalam botol vial kering. Selanjutnya dilakukan degassing menggunakan ultrasonic
vibratori.
5)
Penyiapan Instrumen HPLC dan Pengujian sampel
Instrumen HPLC, dipastikan semua kabel
penghubung telah terhubung dengan sumber listrik. Semua tombol “ON” pada alat
HPLC dinyalakan. Botol fasa gerak diisi dengan fasa gerak dengan volume
memadai. Botol pembuangan dikosongkan. Fasa gerak dikondensasikan dengan sistem
isokratik dengan perbandingan 60 : 40, Metanol : aquabides. Dilakukan
pemrograman alat HPLC (pilihan mode yang akan digunakan disesuaikan dengan
parameter yang akan digunakan ketika pengukuran).
Parameter
|
|
Kolom
|
C-18
(12,5 cm)
|
Laju
Alir
|
0,75
mL/menit
|
Volum
injeksi
|
20
μL
|
ʎ
|
254
nm
|
Alat HPLC didiamakan hingga muncul base line dan sampel siap diinjeksikan.
Ketika kromatogram pada layar komputer telah
menunjukkan base line mendatar dan
alat siap digunakan. Tahap injeksi dimulai dengan menginjeksikan larutan
standar dari konsentrasi rendah hingga tertinggi. Cara penginjeksian dilakukan
dengan menggunakan siring dengan sistem stop-flow.
Setelah semua larutan standar selesai diinjeksikan kemudian sampel
diinjeksikan. Hasil kromatogram diprint. Setelah semua pengukuran selesai alat
HPLC dioffkan kembali.
G. Hasil dan Analisis Data
Dalam percobaan
ini dilakukan kadar zat aditif (vitamin C, kafein, dan natrium benzoat) dalam
sampel hemaviton energi dengan menggunakan instrumen HPLC. Prinsip dasar dari
HPLC adalah perbedaan distribusi komponen pada sampel diantara fasa gerak cair
dan fasa diam cair. Dalam percobaan ini, fasa gerak yang digunakan adalah
campuran antara metnol dan aquadbidest dengan perbandingan 60 : 40. Namun,
dalam preparasi sampel, fasa gerak yang dibuat adalah campuran antara metanol
dan aquabidest dengan perbandingan 70 : 30. Hal ini dilakukan karena berharap
pemisahan yang dihasilkan optimal (dapat terpisah ketiga komponennya).
Sedangkan, fasa diam yang digunakan adalah C18 yang bersifat nonpolar, sehingga
pada percobaan ini digunakan metode HPLC fasa terbalik, yaitu fasa geraknya
polar dan fasa diamnya nonpolar dengan sistem isokratik yaitu hanya menggunakan
satu kondisi perbandingan fasa gerak 60:40 (dibuat tetap), dan laju alirnya
0,75 mL/menit.
Dalam preparasi sampel,
sampel yang digunakan adalah hemaviton energi sebanyak 2 Ml yang kemudian di
encerkan dengan fasa gerak sampai volumenya 10 ml yang kemudian disaring dulu
menggunakan membran PTFE supaya pengotor tidak ikut terukur dan kemudian di
degassing dengan menggunakan ultrasonic vibrator supaya campuran menjadi
homogen sebelum dilakukan pengukuran dengan instrumen HPLC.
Analisis yang
dilakukan dalam percobaan ini adalah analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan
sampel untuk keluar kolom, dimana dari kromatogram deret standar, dapat
dianalisis puncak yang pertama keluar (waktu retensi kecil) adalah diduga
vitamin C, puncak kedua diduga kafein, dan puncak ke tiga diduga natrium
benzoat. Hal ini didasarkan karena tingkat kepolaran dari ketiga senyawa
tersebut, dimana tingkat kepolarannya adalah vitamin C > kafein > natrium
benzoat. Karena fasa diamnya yang bersifat nonpolar, sehingga yang memiliki
kepolaran rendah akan lebih lama berada di dalam kolom, sedangkan yang memiliki
kepolaran tinggi akan cepat keluar dari kolom (waktu retensi kecil). Namun,
pada saat pengukuran deret standar untuk konsentrasi rendah, masih belum
terpisah antara puncak satu dengan puncak dua. Hal ini menunjukkan bahwa
pemisahan yang dilakukan masih kurang optimal, sehingga dari waktu retensi
standar, dapat diketahui kandungan vitamin C, kafein,dan natrium benzoat sampel
dilihat dari kedekatan waktu retensi standarnya.
Sedangkan,
analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung konsentrasi sampel berdasarkan
luas area puncak kromatogram dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dari
larutan deret standar. Larutan deret standar dibuat dan diukur sebanyak dua
kali, yaitu deret yang pertama dibuat dengan menggunakan pipet seukuran untuk
mengambil larutan induknya, sedangkan deret kedua menggunakan pipet ukur untuk
mengambil larutan induknya. Hal ini dilakukan karena ada sedikit kesalahan dari
praktikan.
Dari pembuatan
deret standar sebanyak dua kali, dapat dibandingkan konsentrasi dan kadar dari
komponen pada sampel. Untuk luas area komponen pada sampel yang berasa pada
rentang luas area deret standar, dilakukan perhitungan konsentrasi dengan
menggunakan persamaan garis y = mx + b, sedangkan jika tidak berada pada
rentang luas area deret standar, dilakukan perhitungan konsentrasi dengan
menggunakan perbandingan konsentrasi dan luas area sampel dan standar.
Dari hasil
peritungan, dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
Diduga
zat yang terkandung
|
Konsentrasi
(ppm)
|
Kadar
(mg)
|
||
Deret
1
|
Deret
2
|
Deret
1
|
Deret
2
|
|
Vitamin C
|
58.2624
|
73.3853
|
43.6968
|
55.0389
|
Kafein
|
41.3966
|
37.7252
|
31.0475
|
28.2939
|
Natrium benzoat
|
220.8138
|
228.0471
|
220.8138
|
171.0353
|
H.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pengukuran dengan instrumen HPLC untuk sampel minuman hemaviton energi
diperoleh kadar vitamin C, Kafein, dan natrium benzoat dengan menggunakan deret
standar pertama secara berturut-turut adalah 43.6968 mg ; 31.0475 mg ; dan
220.8138 mg dalam 150 mL sampel. Sedangkan kadar vitamin C, kafein, dan natrium
benzoat dengan menggunakan deret standar kedua secara berturut-turut adalah
55.0389 mg ; 28.2939 mg ; dan 171.0353 mg dalam 150 mL sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Hendayana, S, (1994). Kimia
Analitik Instrumen. Semarang :
IKIP Semarang Press.
Hendayana, S, (2006). Kimia
Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Skoog, Douglas.
A. (2004). Fundamentals of Analytical Chemistry Eighth Edition. Brooks/Cole
: Canada
Tim Kimia
Analitik Instrumen. (2011). Penuntun Praktikum Kimia Ananlitik Instrumen (KI
431). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
No comments:
Post a Comment