LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
INSTRUMEN
“PENENTUAN KADAR LOGAM TEMBAGA, Cu (II) PADA SAMPEL
AIR SUNGAI DENGAN ALAT SPEKTROMETER SERAPAN ATOM”
Tanggal Praktikum : 26
Februari 2014
Dosen Pembimbing:
Dr. Hernani, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Anis
Ro’iyatunisa (1103104)
Artha Lia
Emilda (1100317)
Aulia Rahim (1100085)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
Tanggal Praktikum : 26 Februari 2014
Judul
Praktikum
Penentuan Kadar Tembaga (Cu) pada Sampel Air Limbah dengan
Metode Spektrometri Serapan Atom (AAS)
Tujuan Percobaaan
1. Mempreparasi
sampel air limbah yang akan ditentukan kadar tembaganya dengan instrumen
spektrometer serapan atom.
2. Menyiapkan larutan kerja dari larutan “stock”
yang tersedia.
3. Memahami
prinsip penentuan kadar logam dalam sampel air limbah dengan alat spektrometer
serapan atom.
Tinjauan Pustaka
Metode SSA adalah
metode spektrofotometri yang didasarkan oleh adanya serapan cahaya ultraviolet
(UV) atau visible (Vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang
berada di dalam nyala api. Cahaya UV atau Vis yang diserap berasal dari energi
yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.
SSA digunakan
untuk analisa kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah renik. Cara analisa
ini memberikan kadar total unsur logam dalam satu cuplikan dan tidak bergantung
dari bentuk molekul logam tersebut dalam cuplikan.
Cara SSA ini sangat penting untuk analisa renik logam karena
mempunyai kepekaan yang tinggi (kadar logam kurang dari 1 ppm dapat
ditetapkan). Pelaksanaan analisisnya relatif sederhana dan analisa suatu logam
tertentu dapat dilakukan dalam campuran dengan unsur-unsur logam lain tanpa
diperlukan pemisahan.
Dalam analisa secara SSA, unsur yang dianalisa harus dikembangkan
kedalam keadaaan sebagai atomnya yang netral, dalam keadaan uap dan disinari
dengan berkas sinar yang berasal dari sumber sinar. Proses ini dapat
dilaksanakan dengan jalan menghisap cuplikan melalui tabung kapiler dan
menyemprotkannya kedalam nyala api yang memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu sebagai kapiler yang halus. Dengan demikian, maka nyala api tersebut
berfungsi sama seperti sel (kuvet) + larutan dalam spektrofotometri serapan
molekul.
Spektrum serapan
suatu unsur dalam keadaan atom dalam keadaan sebagai uap, atau dengan singkat
spektrum serapan atom suatu unsur terdiri dari garis-garis sempit yang jelas
batas-batasnya yang ditimbulkan oleh transisi antar tingkat-tingkat energi
elektron dari elektron-elektron yang ada dikulit paling luar atom tersebut
untuk unsur-unsur logam, energi dari kebanyakan transisi-transisi tersebut
sesuai dengan energi sinar UV dan VIS.
Pada
spektrofotometer serapan atom yang diukur adalah banyaknya intensitas sinar
yang diserap oleh atom-atom netral yang tidak tereksitasi dari logam yang
dianalisa. Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar
sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan hukum Lambert-Beer
yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :
A
= ε . b . c dimana, A = absorbansi
ε = absorbtivitas molar
b = lebar kuvet
c = konsentrasi
Dengan cara kurva
kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi (sumbu y) dan konsentrasi
(sumbu x), maka dapat ditentukan konsentrasi suatu sampel.
Proses
spektroskopi penyerapan atom melibatkan dua langkah, yaitu :
1. Atomisasi sampel
2. Penyerapan radiasi dari sumber cahaya oleh atom bebas
Prinsip kerja SSA
adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. SSA merupakan
metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini
adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur yang didasarkan
pada emisi dan absorbansi dari uap atom.
Cara kerja SSA berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian
logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi
radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari sumber cahaya dari lampu
katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi
kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya. Jika
radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom maka akan terjadi eksitasi
elektron dari tingkat dasar ketingkat tereksitasi. Setiap panjang gelombang
memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ketingkat yang lebih
tinggi. Besarnya energi tersebut dapat dihitung menurut rumus :
E = Dimana, E = energi
h = tetapan planck (6,63 x 10-34 J.s)
c = Kecepatan cahaya (3 x 108
m/s)
= panjang gelombang (m)
Gambar 1. Diagram blok alat spektofotometer AAS
Setelah mengalami
eksitasi, maka akan dipancarkan energi, tetapi yang terdeteksi adalah atom d.
Komponen-komponen dalam alat AAS
1. Hollow Cathode Lamp
Sumber radiasi
utama pada absorbsi atom adalah hollow cathode lamp. Lampu ini dibuat dari
katoda dan anoda yang dibungkus dalam tube dengan gas inert (argon atau
neon) agar mudah diionisasikan. Ketika lampu tersebut dialiri arus listrik,
maka listrik tersebut akan mengalir di antara anoda dan katoda. Listrik yang
mengalir tersebut mengakibatkan terjadinya ionisasi dalam lampu. Dimana
elektron dari gas argon akan bergerak dari anoda ke katoda dan selanjutnya
terjadi eksitasi elektron pada kutub katoda tersebut. Cahaya yang muncul dari
lampu ini apabila dilewatkan kedalam uap atom sampel maka dapat menyebabkan
resonansi radiasi dengan panjang gelombang tertentu yang sesuai dengan unsur
yang akan diperiksa.
Gambar 2. Hollow Cathode Lamp
2. Sampel Atomizer
Pada bagian ini
sampel dialirkan melalui pipa kapiler yang terbuat dari plastik. Selanjutnya
sampel tersebut akan langsung dibakar. Hasil pembakaran tersebut mengakibatkan
terjadinya uap atom dari unsur yang akan diperiksa yang memberikan warna yang
spesifik. Gas pembakaran yang biasa digunakan adalah campuran gas asetilen
dengan oksigen. Secara umum proses atomisasi pada alat ini dapat dilakukan
dengan 3 cara, yaitu dengan nyala, aliran listrik, dan pereaksi/pereduksi.
3. Monokromator
Pada bagian ini,
uap atom dari unsur yang akan diperiksa tadi dilewatkan cahaya resonansi yang
berasal dari lampu katoda sehingga terjadi proses absorbsi. Proses absorbsi
terjadi sesuai dengan panjang gelombang dari unsur yang akan diperiksa.
Biasanya dapat mencapai tingkat penyerapan sebesar 99%, walaupun tidak menutup
kemungkinan terjadi penyerapan oleh unsur lain. Tetapi hal tersebut dapat
diabaikan. Pada bagian ini, terdapat gratting, slip, prisma, dan lensa.
4. Detector
Pada bagian ini,
hasil absorbansi tersebut dideteksi dan diubah menjadi gelombang
elektromagnetik. Selanjutnya diterjemahkan menjadi grafik.
5. Recorder
Pada bagian ini,
grafik hasil pemeriksaan dapat direkam atau disimpan. Secara umum, teknologi
alat ini telah berkembang pesat sehingga rekorder pada alat SSA telah terhubung
dengan software yang memungkinkan kita untuk memproses dan menyimpan data hasil
analisa.
Gambar 3. Skema spektrometri serapan atom
Alat Dan Bahan
# Alat
1) Labu
takar 50 mL 2 buah
2) Labu
takar 25 mL 4 buah
3) Pipet
tetes 1 buah
4) Gelas
kimia 100 mL 1 buah
5) Gelas
kimia 600 mL 1 buah
6) Corong
kecil 1 buah
7) Pipet
ukur 1mL 1 buah
8) Hot Plate 1
set
9) Kaca
arloji 1
buah
# Bahan
1) Larutan
HNO3 65% ± 6 mL
2) Larutan
Cu(II) 1000ppm ± 3 mL
3) Sampel
air limbah secukupnya
4) Aquades secukupnya
5) Kertas
saring 2 buah
Prosedur Kerja Praktikum
1. Preparasi
Sampel
Preparasi sampel dimulai dari : sampel
diambil sebanyak 50mL dan masukkan ke dalam gelas kimia 100mL. Kemudian ditambahkan
2,5 mL HNO3 pekat, diaduk, kemudian diuapkan di atas hot plate sampai volumenya menjadi +
15 mL. Selanjutnya sampel ditambahkan lagi dengan 2,5 mL HNO3 pekat,
ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan kembali sampai warna larutan jernih.
Sampel yang sudah jernih didinginkan, ditambahkan sedikit aquades dan dituangkan
ke dalam labu takar 50 mL. Volume sampel ditandabataskan sampai dengan 50 mL
dengan cara menambahkan aquades. Jika masih ada yang tidak larut disaring
dengan kertas saring Whatmann.
2. Pembuatan
Larutan blanko
Larutan blanko dibuat dari
larutan HNO3 dengan pH 2,0. Larutan
HNO3 65% dipipet sebanyak 0,349 mL dan diencerkan dengan aquades
hingga volumenya 500 mL. Larutan balnko siap digunakan.
3. Pembuatan
Larutan kerja Cu(II)
Larutan
kerja atau larutan standar Cu(II) dibuat dengan konsentrasi 5 ppm, 10ppm, 15ppm,
20ppm, dan 25ppm; dengan cara mengencerkan larutan stock dengan larutan
blanko. Larutan stock Cu(II) 1000ppm
diencerkan dengan larutan blanko dengan perbandingan sebagai berikut:
- Konsentrasi
5 ppm : 0,25 mL larutan stock Cu(II)
dalam labu ukur 50 mL
- Konsentrasi
10 ppm : 0,25 mL larutan stock Cu(II)
dalam labu ukur 25 mL
- Konsentrasi
15 ppm : 0,375 mL larutan stock
Cu(II) dalam labu ukur 25 mL
- Konsentrasi
20 ppm : 0,5 mL larutan stock Cu(II)
dalam labu ukur 25 mL
- Konsentrasi
25 ppm : 0,625 mL larutan stock
Cu(II) dalam labu ukur 25 mL
4. Pembuatan
kurva kalibrasi dan pengukuran konsentrasi sampel
Sebelum membuat kurva kalibari terlebih dahulu
dilakukan pengukuran terhadap absorbansi eret larutan standar. Absorbansi
masing-masing larutan standar atau larutan kerja yang telah anda siapkan dimulai dari
konsentrasi terendah. Setelah itu dilakukan pengukuran absorbansi sampel.
sebelum mengukur absorbansi sampel selang nebulizer diaspirasikan ke larutan
blanko terlebih dahulu.
Setelah semua absorbansi diukur, dibuat kurva
kalibrasi. Kurva memetakan hubungan absorbansi vs konsentrasi dengan program
Excell. Kemudian ditentukan persamaan matematik hubungan linier antara
absorbansi dengan konsentrasi. Dan konsentrasi Cu(II) dapat ditentukan melalui
persamaan garis y = ax +b.
Hasil dan Analisis
Data
Dalam
percobaan ini dilakukan penentuan kadar logam Cu (II) dari sampel air sungai
menggunakan alat spektrometer serapan atom (AAS). Unsur yang dapat di analisis
dengan alat spektrometer serapan atom (AAS) hanya unsur logam dan metaloid. Hal
ini karena unsur logam dan metaloid memiliki energi ionisasi kecil (lebih mudah
melepaskan elektron) sehingga lebih mudah untuk membentuk ion positif dan
mengalami eksitasi elektron. Dalam pengambilan sampel, dilakukan secara
representatif yaitu dengan memperhatikan jarak untuk setiap titik pengambilan
dan kedalaman air sungainya. Dalam percobaan ini, pengambilan sampel dilakukan
pada lima belas titik dengan jarak tiap titiknya ± 1 meter dengan kedalaman air
±30 cm.
Preparasi
sampel harus dikondisikan asam supaya tidak terbentuk endapan. Dalam hal ini,
sampel ditambahkan dengan cairan HNO3 pekat. Hal ini bertujuan untuk
mendestruksi partikel koloid menjadi larutan jernih (larutan sejati) dengan
cara membentuk garam nitrat yang dapat larut dalam air. Kondisi koloid akan
menghambat aliran sampel pada pipa kapiler, sehingga larutan sampel harus
jernih supaya alirannya tidak terhambat, sehingga proses atomisasi akan
optimal. Dalam preparasi ini, dikondisikan pada pH 2, karena logam Cu akan
terionisasi sedangkan jika pH-nya lebih tinggi, maka logam akan mengendap dan
akan sulit untuk di analisis. Selain itu, pH 2 digunakan dengan tujuan untuk
mencegah korosi pada pipa kapiler alat AAS yang telah dikondisikan untuk pH 2.
Apabila dalam sampel masih terdapat partikulat-partikulat yang belum larut,
maka dilakukan penyaringan terlebih dahulu dengan kertas whatman.
Untuk
mengkalibrasi alat AAS, dilakukan pembuatan larutan blanko HNO3
dengan pH 2, dimana pada saat pengukuran larutan blanko menunjukkan absorbansi
-0,001 yang berarti dalam larutan tersebut tidak mengandung logam Cu (II).
Selain itu, dilakukan juga pembuatan larutan kerja Cu (II) dari larutan stock
yang tersedia dengan beberapa konsentrasi, yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm,
dan 25 ppm. Larutan kerja ini akan digunakan untuk membuat kurva kalibrasi
standar yang digunakan sebagai metode dari analisis kuantitatif yang dilakukan
dalam penentuan konsentrasi Cu (II) dalam sampel air sungai ini.
Sebelum
digunakan, alat AAS dikondisikan dengan menentukan parameter pengukuran,
diantaranya bahan bakar yang digunakan adalah asetilen dengan oksidan udara
yang perbandingannya yaitu 2 : 4, lamp current-nya 15 mA dengan panjang
gelombang 324,8 nm dan energi 67%. Sumber sinar yang digunakan dari Hollow Cathode dengan katode yang sesuai
dengan logam yang akan di ukur, yaitu katode Cu dan anodanya adalah tungsten.
Sebelum
dilakukan pengukuran, dilakukan optimasi alat AAS menggunakan larutan kerja 5
ppm, dimana jika nilai absorbansinya adalah 0,2 atau yang mendekatinya, berarti
alat AAS sudah optimal untuk digunakan dan dalam percobaan ini, absorbansi yang
ditunjukkan adalah 0,198 sehingga alat AAS sudah optimal dan siap untuk
digunakan.
Pengukuran
larutan kerja dilakukan berurutan dari konsentrasi terendah sampai tertinggi
dan data yang diperoleh dibuat kurva kalibrasinya antara konsentrasi terhadap
absorbansi dan diperoleh persamaan garis y = 0,0367x dengan R2 =
0,9925. Regresi yang dihasilkan tidak menunjukkan angka 1 yang berarti garis
yang terbentuk kurang linear. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat
preparasi sampel kurang cermat, pembuatan larutan kerja Cu (II) yang kurang
teliti serta penggunaan alat AAS yang belum terampil.
Dari
hasil pengukuran, diperoleh absorbansi sampel adalah 0,24. Jika dimasukkan ke
dalam persamaan garis y = 0,0367x, maka diperoleh x = 11,5531 yang menunjukkan
konsentrasi sampel. Namun, sebelum dilakukan pengukuran pada sampel telah ditambahkan
larutan kerja Cu (II) dengan konsentrasi 10 ppm, sehingga kadar Cu (II) dalam
sampel air sungai yang terdeteksi adalah 1,5531 ppm.
H. Kesimpulan
Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, dapat dipahami bahwa prinsip penentuan kadar
logam Cu (II) dalam sampel air sungai dengan alat spektrometer serapan atom
(AAS) adalah penyerapan energi oleh atom bebas logam Cu dalam keadaan dasar
yang berada di dalam nyala api, dan prinsip dari preparasi sampel yaitu harus
dalam keadaan asam dan jernih, serta prinsip dalam pembuatan larutan kerja
adalah pengenceran. Dari hasil percobaan, diperoleh kadar Cu (II) dalam air
sungai adalah 1,5531 ppm.
LAMPIRAN
1.
Perhitungan
1). Pembuatan larutan blanko HNO3 pekat
pH 2
Dik :
pH larutan : 2 Mr
HNO3 : 63 g/mol
V. larutan :
500 mL ρ HNO3 : 1,39 g/mL
% HNO3
: 65%
Dit : Volume HNO3 ?
Jawab :
[HNO3 ]
= = = M = 14,34 M
V1 x M1 = V2 x M2
V.larutan x [blanko] =
V. HNO3 x [HNO3]
V. HNO3 = = = 0,349 mL
2). Pembuatan larutan kerja
· Konsentrasi
5 ppm dalam labu ukur 50 ml
V1 x M1 = V2 x M2
V1
x 1000 ppm = 50 mL x 5 ppm
V1 = 0,25 mL
· Konsentrasi
10 ppm dalam labu ukur 25 ml
V1 x M1 = V2 x M2
V1
x 1000 ppm = 25 mL x 10 ppm
V1 = 0,25 mL
· Konsentrasi
15 ppm dalam labu ukur 25 ml
V1 x M1 = V2 x M2
V1
x 1000 ppm = 25 mL x 15 ppm
V1 = 0,375 mL
· Konsentrasi
20 ppm dalam labu ukur 25 ml
V1 x M1 = V2 x M2
V1
x 1000 ppm = 25 mL x 20 ppm
V1 = 0,5 mL
· Konsentrasi
25 ppm dalam labu ukur 25 ml
V1 x M1 = V2 x M2
V1
x 1000 ppm = 25 mL x 25 ppm
V1 = 0,625 mL
3). Menentukan kadar Cu(II) dalam sampel air sungai
ppm
|
A
|
0
|
0
|
5
|
0,197
|
10
|
0,417
|
15
|
0,568
|
20
|
0,736
|
25
|
0,884
|
Dari persamaan garis diperoleh :
y
= 0,0367x
y = absorbansi sampel y =
0,424
x = konsentrasi
0,424 = 0,0367x
x = 0,424 / 0,0367
x = 11,5531 ppm
Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi
terhadap sampel, sampel ditambahkan dengan larutan standar Cu(II) sebanyak 10
ppm. Maka kadar Cu(II) dalam sampel air sungai adalah :
Kadar Cu(II) = 11,5531 ppm – 10 ppm
= 1,5531 ppm
DAFTAR PUSTAKA
Hendayana, S, (1994). Kimia
Analitik Instrumen. Semarang :
IKIP Semarang Press.
Mulyadi, H.
(2008). Modul A Guide for Laboratory Instrument Training Vol 1. Bandung
: SMKN 13 Bandung
Skoog, Douglas.
A. (2004). Fundamentals of Analytical Chemistry Eighth Edition. Brooks/Cole
: Canada
Tim Kimia
Analitik Instrumen. (2011). Penuntun Praktikum Kimia Ananlitik Instrumen (KI
431). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
No comments:
Post a Comment