LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
INSTRUMEN
“PENENTUAN KOMPONEN HEKSANA,
TOLUENA, DAN XYLENA PADA SAMPEL PERTAMAX DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN
KROMATOGRAFI GAS (GC)”
Tanggal Praktikum : 10
Maret 2014
Dosen Pembimbing:
Drs. Hokcu
Suhanda, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Anis Ro’iyatunisa (1103104)
Artha Lia Emilda (1100317)
Aulia Rahim (1100085)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
A.
Tanggal
Praktikum : 10 Maret 2014
B.
Judul
Praktikum : Penentuan Komponen heksana, toluena,
dan xylena pada sampel pertamax dengan menggunakan instrumen kromatografi gas
(GC)
C.
Tujuan
Praktikum :
Menentukan
komponen heksana, toluena, dan xylena pada sampel pertamax dengan menggunakan instrumen
kromatografi gas (GC)
D.
Tinjauan
Pustaka
Kromatografi gas
merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu campuran berdasarkan
perbedaan distribusi komponen-komponen ke dalam 2 fasa, yaitu fasa gerak berupa
gas, dan fasa diam bisa cairan atau padatan. Selain pemisahan, kromatografi gas
juga dapat digunakan untuk pengukuran kadar komponen-komponen dalam sampel.
Dalam kromatografi gas, gas analit
di alirkan seluruhnya ke kolom oleh fasa gerak gas, yang dinamakan dengan gas
pembawa. Dalam pemisahan kromatografi gas-cair, fasa diamnya adalah cairan
nonvolatil (tidak mudah menguap) yang terikat ke dalam kolom. Seperti kita ketahui bahwa gas selalu
bergerak kemana saja, tidak bisa diam. Oleh karena itu, untuk melakukan
percobaan kromatografi gas diperlukan peralatan khusus. Berikut adalah skema
alat kromatografi gas :
Gambar 1. Skema alat
kromatografi gas
Adapun mekanisme kerja kromatografi
gas adalah sebagai berikut :
Gas dalam silinder baja bertekanan
tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa campuran
yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, yang disuntikkan ke dalam
aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom
dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen campuran yang
telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di
ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. Hasil
pendeteksian di rekam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri
dari beberapa puncak. Jumlah puncak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen
(senyawa) yang terdapat dalam campuran. Bila suatu kromatogram terdiri dari
lima puncak, maka terdapat lima senyawa atau lima komponen dalam campuran
tersebut. Sedangkan luas puncak bergantung kepada kuantitas suatu komponen
dalam campuran.
Adapun komponen-komponen
instrumentasi kromatografi gas adalah sebagai berikut :
1. Gas
pembawa
Gas pembawa ini
berfungsi sebagai fasa gerak dan gas yang dapat digunakan sebagai fasa gerak
dalam kromatografi gas harus bersifat inert (tidak bereaksi) dengan cuplikan
maupun fasa diam. Gas-gas yang biasa digunakan adalah gas helium, argon,
nitrogen, dan hidrogen. Karena gas disimpan dalam silinder baja bertekanan
tinggi, maka gas tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara cepat sambil
membawa komponen-komponen campuran yang akan atau yang sudah dipisahkan. Pemilihan
gas pembawa yang digunakan sering ditentukan oleh alat detektor. Namun, dalam
hal efisiensi, gas H2 merupakan pilihan gas pembawa yang baik. Jika
percobaan dilakukan pada tekanan tetap, kecepatan alir akan berkurang ketika
suhu dinaikkan. Keuntungan lain gas pembawa H2 adalah memberikan efisiensi
relatif stabil dengan perubahan kecepatan alir. Sayangnya, gas H2
mudah meledak bila berkontak dengan udara. Oleh karena itu, gas He banyak
digunakan sebagai pengganti gas H2.
2. Pemasukkan
Cuplikan
Cuplikan yang dapat di
analisis dengan teknik kromatografi gas dapat berupa zat cair atau gas. Dengan
syarat cuplikan tersebut mudah menguap dan stabil (tidak rusak pada kondisi
operasional). Di tempat pemasukkan cuplikan terdapat pemanas yang suhunya dapat
diatur untuk menguapkan cuplikan. Suhu tempat penyuntikkan cuplikan biasanya
sekitar 500C diatas titik didih cuplikan. Bila cuplikan rusak pada
suhu tersebut, maka cuplikan tersebut tidak dapat di analisis dengan teknik
kromatografi gas. Jumlah cuplikan yang disuntikkan ke dalam aliran fasa gerak
sekitar 5 µm.
Tempat pemasukkan
cuplikan cair ke dalam pak kolom biasanya terbuat dari tabung gelas di dalam
blok logam panas. Cuplikan disuntikkan dengan bantuan alat suntik melalui karet
septum kemudian diuapkan di dalam tabung gelas. Gas pembawa meniup uap cuplikan
melalui kolom kromatografi. Untuk kolom analitik memerlukan antara 0,1-10 µL
cuplikan cair sedangkan kolom preparatif memerlukan antara 20-1000 µL. Cuplikan
berbentuk gas dapat dimasukkan dengan bantuan alat suntik gas (gas- tight syringe) atau kran gas (gas sampling value). Untuk jenis kolom
terbuka diperlukan alat pemasukkan cuplikan yang lebih rumit. Alat pemasukkan
cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu injeksi
split (split injection) dan injeksi
spittless (splitless injection).
Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume cuplikan yang masuk ke kolom.
Volume cuplikan yang masuk ke kolom hanya 0,1-10% dari 0,1-2 µm, sementara
sisanya di buang.
Jenis injeksi split
tidak berguna untuk analisis renik karena kebanyakan cuplikan di buang. Untuk
keperluan analisis kuantitatif yang baik dan untuk analisis renik maka injeksi
jenis splitless lebih cocok. Dalam hal ini, larutan encer cuplikan dalam
pelarut yang mudah menguap disuntikkan ke dalam tempat pemasukkan cuplikan
dengan keadaan kran 1 dan 2 tertutup. Suhu kolom mula-mula 20-250C lebih
rendah dari titik didih pelarut sehingga berkondensasi pada permulaan kolom.
Ketika solute terpenrangkap oleh kabut pelarut maka solute-solute tersebut
terkumpul pada permulaan kolom yang akan membentuk peak tajam. Sebagian
cuplikan (dan cuplikan) yang masih berbentu uap dekat septum akan menyebabkan
tailing (pelebaran peak). Oleh karena itu, setelah 20-60 detik kran 1 dibuka
untuk mengeluarkan uap dekat septum. Dengan injeksi splitless, kebanyakan
cuplikan (sekitar 80%) masuk ke dalam kolom
Teknik injeksi pada
kolom (on-column injection) digunakan
untuk cuplikan yang dapat teruarai pada pemanasan di atas titik didihnya selama
injeksi. Larutan cuplikan dimasukkan langsung ke dalam kolom tanpa melalui
injektor panas. Suhu kolom mula-mula mendekati titik didih pelarut yang mudah
menguap untuk mengkondensasi dan mengumpulkan solut-solut. Proses kromatografi
terjadi ketika suhu kolom dinaikkan.
Gambar 2. Macam-macam injeksi
3. Pemrograman
suhu
Jika suhu kolom di
tingkatkan, tekanan uap zat terlarut meningkat dan waktu retensi menurun. Untuk
memisahkan senyawa dengan rentang titik didih yang besar atau kepolarannya,
kita naikkan suhu kolom selama pemisahan, teknik yang disebut pemrograman suhu.
4. Kolom
kromatografi
Dalam kromatografi gas,
kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan. Sebuah kolom kromatografi
menyediakan tempat untuk menahan fasa diam secara fisik. Bentuk kolom juga
mempengaruhi jumlah sampel yang dapat ditangani., efisiensi dari pemisahan,
jumlah analit yang dapat dipisahkan dengan mudah, dan jumlah waktu yang di
butuhkan untuk pemisahan. Untuk kromatografi gas, dikenal dua jenis kolom yaitu
jenis pak (packed column) dan jenis
kolom terbuka (open tubular column).
a. Kolom
pak (packed column)
Kolom pak terbuat dari
gelas, stainless steel, tembaga, atau alumunium dengan panjang 2-6 m dan
diameter dalamnya 2-4 mm. Kolom diisi oleh zat pendukung dengan diameter
partikel dari 37-44 µm sampai 250-354 µm. Partikulat yang paling banyak
digunakan adalah tanah diatomik, yang mengandung silika. Partikelnya sedikit
berpori dengan luas permukaan 0,5-7,5 m2/g yang memberikan kontak
yang cukup antara fasa gerak dan fasa diam, ketika dihidrolisis.
Dalam kromatografi
gas-cair, pemisahan berdasarkan pada partisi zat terlarut antara fasa gerak
gas, dan fasa diam cair pada bahan kemasan padat. Untuk menghindari adsorpsi
molekul zat terlarut pada pemaparan bahan kemasan, yang menurunkan kualitas
pemisahan, permukaan silanol terdeaktivasi oleh proses silanizing dengan
dimetil dikloro silana dan pencucian dengan alkohol (seperti metanol) sebelum
dilapisi dengan fasa diam. Jenis kolom pak ini lebih disukai untuk tujuan
preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak, namun memberikan
puncak yang lebar, waktu retensi yang panjang, dan resolusi yang rendah.
Gambar
3. kolom pak
b. Kolom
terbuka (open tubular column)
Kolom terbuka terbentuk dari leburan silika yang
dilapisi dengan pelindung yaitu polimer. Kolom terbuka lebih kecil dan lebih
panjang daripada kolom pak. Diameter kolom terbuka berkisar antara 0,1-0,7 mm
dan panjangnya berkisar antara 15-100 m. Jenis kolom ini disebut juga kolom
kapiler. Untuk mempermudah penyimpanan, biasanya kolom terbuka dibentuk spiral
dengan garis tengah 18 cm. Keuntungan dari kolom terbuka ini adalah lebih
efisien karena memiliki panjang kolom yang lebih besar, dimana efisiensi ini secara
kuantitatif dapat dijelaskan dengan teori plat (N). Teori plat dapat diartikan
bahwa sepanjang kolom terjadi proses ekstraksi sebanyak N kali. Semakin besar
harga N, maka semakin efisien pula pemisahan, dan jumlah plat teori (N)
berbanding lurus dengan panjang kolom (L), sehingga semakin panjang kolom, maka
semakin efisien pula pemisahannya. Juga dengan bertambahnya panjang kolom, maka
perbedaan waktu retensi senyawa satu terhadap lainnya akan bertambah yang akan
memberi dampak pada peningkatan selektivitas. Keuntungan lain penggunaan kolom
terbuka adalah waktu analisis lebih pendek daripada penggunaan kolom pak karena
fasa gerak tidak mengalami hambatan ketika melewati kolom.
Gambar
4. Kolom terbuka
Kolom terbuka (kolom
kapiler) terdiri dari tiga jenis, yaitu :
· Wall-Coated Open
Tubular column (WCOT)
Fasa diam cairan kental
dilapiskan secara merata pada dinding dalam kolom.
· Support-Coated Open
Tubular column (SCOT)
Partikel zat padat
pendukung seperti silika atau alumunium ditempelkan pada dinding dalam kolom.
Partikel pendukung ini terlebih dahulu dilapisi zat cair sebagai fasa diam
untuk meningkatkan luas permukaan
· Porous-Layer Open
Tubular column (PLOT)
Partikel zat padat yang
ditempelkan pada dinding dalam kolom bertindak sebagai fasa diam.
Gambar
6. Jenis-jenis kolom terbuka
5.
Fasa Diam
Selektivitas dalam
kromatografi gas dipengaruhi oleh pemilihan fasa diam. Urutan elusi dalam
kromatografi gas-cair terutama ditentukan oleh titik didih zat terlarut dan ke
tingkat yang lebih rendah oleh interaksi zat terlarut dengan fasa diam. Zat
terlarut dengan titik didih yang berbeda secara signifikan dapat dipisahkan
dengan mudah. Di sisi lain, dua zat terlarut dengan titik didih yang sama dapat
dipisahkan apabila fasa diam secara selektif berinteraksi dengan salah satu
dari zat terlarut.
Secara umum, zat
terlarut nonpolar lebih mudah dipisahkan dengan fasa diam nonpolar., dan zat
terlarut polar mudah dipisahkan denga fasa diam polar. Kriteria utama untuk
memilih fasa diam adalah secara kimia bersifat inert, stabil secara termal,
volatilitasnya rendah, dan kepolarannya tepat untuk zat terlarut yang
dipisahkan. Meskipun ratusan fasa diam telah dikembangkan, banyak yang tersedia
secara komersial, sebagian besar pemisahan kromatografi gas-cair yang dicapai
dengan 5-10 fasa diam yang umum. Sebuah permasalahan penting dengan semua fasa
diam cair adalah kecenderungan untuk keluar kolom, serta yang penting adalah
ketebalan dari fasa diam.
Jumlah fasa diam yang
digunakan dinyatakan dalam persen zat padat pendukung. Jumlah yang umum
berkisar antara 2-10%. Jika fasa diam melebihi 30% dari zat padat pendukung,
maka efisiensi kolom mulai berkurang. Kerugian lainnya adalah faktor kapasitas
bertambah besar atau waktu retensi bertambah lama. Demikian pula bila jumlah
fasa diam kurang dari 20% maka permukaan zat padat pendukung tidak tertutup
semuanya sehingga solut polar berikatan terlalu kuat dengan zat pendukung.
Selain zat cair, beberapa zat padat dapat digunakan sebagai fasa diam seperti
alumina (Al2O3) untuk memisahkan hidrokarbon.
6.
Detektor
Detektor adalah alat
ukur dalam sistem kromatografi, mendeteksi adanya senyawa dalam gas yang
mengalir meninggalkan kolom. Detektor ditempatkan dalam daerah pemisahan
kontrol panas dalam alat.
a. Detektor
daya hantar panas (Thermal Conductivity
Detector)
Detektor jenis ini
mengukur kemampuan zat dalam memindahkan panas dari daerah panas ke daerah
dingin. Semakin besar daya hantar panas, maka semakin cepat pula panas
dipindahkan. Detektor ini terdiri dari filamen panas tungsten-rhenium yang
ditempatkan pada aliran gas yang datang dari arah kolom kromatografi. Tahanan
listrik filamen akan naik bila suhu filamen naik. Selama gas pembawa mengalir
secara konstan, maka tahanan akan konstan dan begitu pula sinyal yang
dikeluarkannya. Ketika solute keluar dari kolom maka daya hantar panas aliran
gas menjadi menurun sehingga kecepatan pendinginan filamen oleh aliran gas
berkurang secara proporsional. Filamen menjadi lebih panas, tahanan bertambah,
dan perubahan sinyal teramati.
Gambar
7. Detektor daya hantar panas
b. Detektor
ionisasi nyala (Flame Ionization Detector,
FID)
Dalam flame ionisasi
detektor, solute yang keluar dari kolom dicampur H2 dan udara
kemudian dibakar pada nyala bagian dalam detektor. Atom karbon senyawa organik
dapat menghasilkan radikal CH yang selanjutnya menghasilkan ion CHO+
dalam nyala hidrogen-udara.
CH
+ O à
CHO+ + e-
CHO+ yang dihasilkan dalam nyala bergerak
ke katoda yang berada di atas nyala. Arus yang mengalir diantara anoda dan
katoda diukur dan diterjemahkan sebagai sinyal pada rekorder. Detektor ini jauh
lebih peka daripada detektor daya hantar panas. Kepekaan detektor ionisasi
nyala akan lebih meningkat kalau N2 digunakan sebagai gas pembawa.
Gambar
8. Detektor Ionisasi Nyala
c. Detektor
penangkap elektron (Electron Capture
Detector)
Detektor ini mengukur
kehilangan sinyal ketika analit terelusi dari kolom kromatografi. Detektor ini
sangat sensitif terhadap molekul yang mengandung halogen, seperti diklorinasi
pestisida, tetapi relatif tidak sensitif untuk hidrokarbon, alkohol, dan keton.
Sebagai gas pembawa dapat digunakan N2 kering atau 5% metana dalam
argon. Alternatif lain, menambahkan N2 bila H2 atau He
digunakan sebagai gas pembawa. Gas nitrogen yang memasuki detektor diionisasikan
oleh elektron berenergi tinggi (sinar β) yang diemisikan dari radioaktif 63Ni
atau 3H. Elektron yang terbentuk ditarik ke anoda dan menghasilkan
sejumlah kecil arus. Bila molekul analit yang mempunyai afinitas elektron
tinggi memasuki detektor, maka sebagian elektron ditangkap sehingga arus yang mengalir
ke anoda berkurang.
d. Detektor
fotometri nyala
Detektor ini merupakan
fotometer emisi optik yang berguna untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang
mengandung fosfor atau belerang seperti pestisida dalam polutan udara. Solut
yang terelusi memasuki nyala hidrogen-udara seperti dalam detektor ionisasi
nyala. Fosfor dan belerang tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang
kemudian melepaskan energi dalam bentuk cahaya. Cahaya yang dibebaskan oleh
fosfor terjadi pada panjang gelombang 536 nm dan belerang terjadi pada panjang
gelombang 394 nm yang dapat di isolasi dengan filter dan di deteksi dengan
tabung fotomultifier.
e. Detektor
nyala alkali
Detektor ini merupakan
modifikasi detektor ionisasi nyala yang selektif peka terhadap fosfor atau
nitrogen. Detektor ini penting untuk analisis obat-obatan
f. Detektor
spektroskopi massa
Detektor ini merupakan
jenis detektor paling terkenal dan mutakhir dalam kromatografi gas.
Spektrometer massa disambungkan dengan keluaran kromatografi gas. Ketika gas
solute memasuki spektrometer massa, maka molekul senyawa organik ditembaki
dengan elektron berenergi tinggi sehingga molekul tersebut pecah menjadi
molekul-molekul yang lebih kecil. Pecahan molekul terdeteksi berdasarkan
massanya yang digambarkan sebagai spektra massa. Setiap komponen campuran yang
telah terpisahkan dengan kromatografi gas akan tergambar dalam satu spektra
massa.
7.
Amplifier
Sinyal atau respon dihasilkan
dan detektor kromatografi gas sangat kecil dan harus dimunculkan secara
elektronik membuatnya tampak pada penangkap atau sistem data. Ini adalah fungsi
dari detektor amplifier.
Karena kromatografi gas
terbatas untuk sampel yang mudah menguap di bawah 3000C, teknik ini
tidak dapat dipakai untuk titik didih yang sangat tinggi atau material yang
tidak mudah menguap. Demikian kira-kira sekitar 75% dari seluruh senyawa yang
diketahui tidak dapat dipisahkan dengan kromatografi gas. Disisi lain,
kromatografi gas lebih disukai dari pada HPLC untuk gas, sampel yang titik
didihnya rendah, dan banyak sampel dengan titik didih tinggi secara termal
stabil di bawah kondisi pemisahan. GC juga telah tersedia beberapa yang sangat sensitif dan detektor unsur yang
spesifik memungkinkan terhindar dari batas deteksi yang rendah.
Dalam penerapannya,
kromatografi gas bisa digunakan untuk :
a.
Mode operasional
Pengukuran kromatografi
gas dapat dilakukan dalam dua mode operasional yaitu mode isotermal dan mode program
suhu. Dengan mode isotermal, suhu kolom dijaga tetap selama pengukuran.
Sedangkan dengan mode yang kedua, suhu kolom dapat diprogram, misal pada
keadaan awal pengukuran dilakukan pada suhu 400C dan pada akhir
pengukuran 1500C dengan kenaikan suhu 50C per menit.
b. Analisis Kualitatif
Tujuan utama
kromatografi adalah memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
campuran. Dengan kromatografi gas, jumlah peak yang tampak dalam kromatogram
menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam campuran. Untuk
mengidentifikasi tiap peak kromatografi gas dapat dilakukan dengan berbagai
metode analisis kualitatif.
Pertama, cara yang
paling sederhana untuk mengidentifikasi peak kromatografi gas adalah
membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar.
Kedua adalah melakukan
ko-kromatografi. Standar ditambahkan kepada cuplikan kemudian dilakukan
kromatografi gas. Bila luas salah satu peak bertambah, yang dapat terlihat dari
tinggi peak maka peak analit yang mengalami pertambahan luasnya identik dengan
standar.
Ketiga, metode
spektrometri dapat digunakan untuk mengidentifikasi peak kromatografi gas.
Spektrometer massa dan spektrometer infared dapat langsung disambungkan ke
kolom kromatografi gas. Setiap peak dapa direkam spektranya secara menyeluruh.
Keempat, setiap
komponen yang telah terpisahkan dan keluar dari kolom di kondensasi untuk
kemudian dilakukan analisis spektrometri NMR dengan syarat detektor
nondestruktif harus digunakan seperti TCD.
c.
Analisis kuantitatif
Analisis ini dapat didasarkan
pada salah satu pendekatan, tinggi peak atau are peak analit dan standar.
Selanjutnya, terdapat 3 jenis metode analisis kuantitatif, yaitu :
1. Metode
kalibrasi
Analisis dengan metode
ini, kita harus mempersiapkan sederet larutan standar yang komposisisnya sama
dengan analit. Kemudian tiap larutan standar di ukur dengan kromatografi gas
sehingga diperoleh kromatogram untuk setiap larutan standar. Selanjutnya di
plot are peak atau tinggi peak sebagai fungsi konsentrasi larutan standar. Plot
data harus diperoleh garis lurus yang memotong titik nol. Restandarisasi
diperlukan untuk mendapatkan ketelitian tinggi.
2. Metode
normalisasi area
Metode ini dimaksudkan
untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi cuplikan. Dengan
metode ini diperlukan elusi yang sempurna, semua komponen campuran harus keluar
dari kolom. Area setiap peak yang muncul dihitung. Kemudian area-area peak
tersebut dikoreksi terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang berbeda.
Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan membandingkan area suatu peak
terhadap total area semua komponen.
Dalam
praktikum kali ini, akan ditentukan keberadaan komponen heksana, toluena, dan
xylena pada sampel pertamax. Untuk itu, perlu diketahui seluruh komponen dari
gasolin atau bensin, yaitu dapat dilihat dalam kromatogram dibawah ini.
Adapun
karakteristik dari pertamax adalah sebagai berikut :
· Ditujukkan
untuk kendaraan menggunakan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal
· Untuk
kendaraan yang menggunakan electric fuel injection dan catalyc converter 5
· Mempunyai
nilai oktan 92, etanol sebagai peningkat bilangan oktannya
· Bebas
timbal
· Menghasilkan
NOx dan COx lebih rendah dibanding premium
Keuntungan kromatografi
gas, diantaranya :
· Analisisnya
cepat, beberapa menit
· Efisien,
resolusi tinggi
· Sensitif,
mudah mendeteksi ppm atau ppb
· Tidak
merusak, memungkinkan dapat digabung dengan spektrometer massa
· Analisis
kuantitatif dengan keakuratan yang tinggi, tipe RSDS 1-5 %
· Hanya
dibutuhkan sampel sedikit, biasanya µm
· Reliabel
dan relatif sederhana, tidak mahal.
Namun, ada pula kelemahan dari
kromatografi gas, yaitu :
· Terbatas
untuk sampel yang menguap
· Tidak
sesuai untuk sampel yang labil secara termal
· Sulit
untuk persiapan sampel dalam jumlah besar
E.
Alat dan Bahan Praktikum
1. Alat
· Instrumen
GC 1 Set
· Botol
Vial 3 buah
· Gelas
ukur 10 mL 1 buah
· Pipet
volume 4 buah
· Ball
pipet 1
buah
2. Bahan
· Standar
heksana 0,3 mL
· Standar
toluena 0,5 mL
· Standar
xylena 0,7 mL
· Sampel
pertamax 1 mL
F. Sifat Fisik, Sifat Kimia, Bahaya, dan Penganggulangan Bahan
Bahan
|
Sifat Fisika
|
Sifat Kimia
|
C6H5CH3
(Toluena)
|
- Berat jenis uap : 3,1
- Massa molar : 92,13
gr/mol
- Cairan tidak
berwarna, berbau spesifik
- Titik leleh : -95o
C
- Titik didih : 110,6o
C
- Tekanan uap : 22 mmHg
(20oC)
- Larut dalam pelarut
organik (kloroform, heksana)
|
- Mudah terbakar
- Iritan
- Bereaksi dengan
oksidator
|
Bahaya
|
Penanggulangan
|
|
- Penghirupan
konsentrasi >200 ppm selama 8 jam dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat
yang berakibat pada timbulnya rasa lelah, otak lemah, pusing, dan muntah.
|
- Gunakan APD lengkap
- Simpan toluena di
tempat yang aman
|
|
C6H4(CH3)2
(p-xylena)
|
Sifat Fisika
|
Sifat Kimia
|
- Berat jenis uap : 3,7
- Massa molar : 106,16
gr/mol
- Cairan tidak
berwarna, berbau spesifik
- Titik leleh : 3,3oC
- Titik didih : 138oC
- Tekanan uap : 8 mmHg
(25oC)
|
- Mudah terbakar
- Iritan
- Bereaksi dengan
oksidator
|
|
Bahaya
|
Penanggulangan
|
|
- Reaktivitas : Stabil
terhadap panas, cahaya, udara, asam, dan basa.
- Iritasi hidung dan
tenggorokan, pusing, dan mau muntah bila terhirup.
- Iritasi bila terkena
mata
|
- Gunakan APD lengkap
- Simpan xylena ditempat aman
|
|
C6H14
(Heksana)
|
Sifat Fisika
|
Sifat Kimia
|
- Berat jenis uap :
2,97
(udara =1 )
- Massa molar : 86,18
gram/mol
- Cairan tidak berwarna
- Titik leleh : -93,5oC
- Titik didih : 68,95oC
- Tekanan uap : 124
mmHg (20oC)
- Tidak larut dalam
air, tapi larut dalam alkohol, kloroform, dan larut dalam hampir semua
pelarut organik.
|
- Mudah terbakar
- Bereaksi dengan
oksidator
|
|
Bahaya
|
Penanggulangan
|
|
- Reaktivitas : Stabil,
tidak terurai oleh panas
- Penyebab iritan pada
hidung, tenggorokan, dan mata bila terjadi paparan
- Dapat menyebabkan
pusing, muntah, hilang kesadaran, atau kematian
|
- Gunakan APD lengkap
- Simpan heksana
ditempat aman.
|
G.
Prosedur Kerja Praktikum
1. Pembuatan
larutan standar
Larutan
standard disiapkan dengan cara mencampurkan 0,3 mL hexane; 0,5 mL toluene dan
0,7 mL xilena ke dalam botol vial dengan menggunakan pipet volume dan ball
pipet, kemudian dihomogenkan dengan cara dikocok-kocok agar tercampur.
2. Persiapan
sampel
Larutan
sampel pertamax dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam botol vial dengan
menggunakan pipet volume dan ball pipet.
3. Persiapan
larutan sampel dan standar
Larutan
campuran sampel dan standar masing-masing dipipet sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam botol vial
dengan menggunakan pipet volume dan ball pipet.
4. Pengoperasian
Instrumen GC
Simaklah operator dalam menyiapkan dan
menjelaskan cara mengoperasikan instrumen GC.
· Seting
gas pembawa dan gas pembakar
· Nyalakan
instrumen GC, diikuti computer.
· Mengatur
parameter operasional GC
suhu injector 150ºC, suhu detector 250ºC, suhu
awal kolom pada 40ºC kemudian diprogram dengan kenaikan 8ºC permenit sampai 150ºC
dipertahankan selama 2 menit , detector FID, kolom DB-5, gas pembawa H2 tekanan
4-5 Bar.
5.
Pengukuran dengan instrumen
GC
Ukurlah
larutan standar, sampel dan campuran yang sudah disiapkan dengan instrumen GC. Ambil
sebanyak 0,5 µL larutan yang akan diukur dengan syringe dan injeksikan pada GC.
Simaklah operator mengukur dan mencetak hasil. Diskusikan hasil pengukuran
dengan dosen praktikum.
H.
Analisis Data
Dalam percobaan
ini dilakukan penentuan hexsan, toluen, xilena dalam sampel pertamax dengan
menggunakan instrumen gas kromatografi (GC).
Pertamax merupakan salah satu jenis BBM dari pengolahan minyak bumi yang
memiliki warna hijau jernih. Pertamax mengandung 33 komponen termasuk hexsan,
toluena dan xilena yang akan dianalisis dalam percobaan ini.
Prinsip dasar
dari gas kromatografi (GC) adalah pemisahan komponen berdasarkan perbedaan
distribusi molekul antara fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak yang digunakan
dalam percobaan ini adalah gas N2 dan udara sebagai gas pembawa yang
akan membawa sampel dari injektor masuk kedalam kolom. N2 digunakan
karena detektor yang dipakai adalah FID. Kepekaan detektor ini akan lebih
meningkat jika N2 digunakan sebagai gas pembawanya. FID digunakan
karena sampel yang akan dianalisis merupakan hidrokarbon. Fasa diam yang
digunakan berupa cairan 5% fenil – 95% metilpolisikloksan yang bersifat
nonpolar. Fesa diam ini terdapat dalam kolom DB-5.
Sampel yang
diinjeksikan sebanyak 1μL. Penginjeksian dilakukan menggunakan siringe. Dalam
proses pengambilan sampel menggunakan siringe, harus dipastikan tidak ada
gelembung gas dalam siringe, karena akan berpengaruh pada keakuratan hasil
analisis.
Hasil keluaran
dari analisis sampel menggunakan intrumen GC adalah kromatogram. Analisis yang
dilakukan dalam percobaan ini hanya analisis kualitatif. Pada tahap pertama
dilakukan analisis terhadap kromatogram larutan standar. Kedua, dilakukan
analisis terhadap kromatogram sampel yaitu pertamax dan yang terakhir dilakukan
analisis kromatogram pertamax + larutan strandar.
1.
Analisi
kromatogram larutan standar
Larutan
standar yang digunakan adalah heksan, toluena, dan xilena dengan perbandingan
masing-masing 0,3 mL, 0,5 mL, dan 0,7 mL. Dari hasil kromatogram larutan
standar diperoleh 5 puncak. Namun, puncak yang dominan hanya ada 3 yang diduga
puncak tersebut adalah heksan, toluena, dan xilena.
Adapun
data waktu retensi dan Area% dari kromatogram larutan standar sebagai berikut :
Puncak
|
Waktu
Retensi
|
Area
%
|
1
|
1,873
|
15,116
|
2
|
3,351
|
36,
502
|
4
|
5,020
|
47,038
|
Dari
data tersebut, diduga bahwa puncak 1 merupakan heksan, karena memiliki %area
yang lebih kecil, sesuai dengan jumlah heksan yang ditambahkan yaitu 0,3 mL
(20% dari larutan standar keseluruhan). Puncak kedua diduga adalah toluena
karena memiliki %area yang lebih besar
dari puncak 1, hal inipun sesuai dengan jumlah toluena yang ditambahkan yaitu
0,5mL (33,33%). Dan puncak yang keempat diduga adalah xilena karena memiliki
%area yang paling besar yaitu 47,038, sesuai dengan jumlah xilena yang
ditambahkan yaitu 0,7mL (46,67%).
Selain
berdasarkan analisis dari luas area puncak, hasil analisis juga didasarkan pada
interaksi antara komponen yang ada dalam larutan standar dengan fasa gerak dan
fasa diam. Interaksi komponen-komponen tersebut antara lain dipengaruhi oleh
perbedaan kepolaran, berat molekul dan titik didih. Juga faktor lain seperti
laju alir dan efek sterik.
· Titik
didih
Komponen dengan titik
didih paling rendah akan keluar kolom terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan
komponen dengan titik didih paling rendah akan terlebih dahulu menguap seiring
dengan pertambahan suhu kolom.
· Berat
molekul
Komponen dengan berat
molekul paling kecil, akan keluar kolom terlebih dahulu dan sebaliknya.
· Kepolaran
Jika dilihat dari
kepolaran (harga indeks kepolaran) maing-masing komponen, maka komponen yang
bersifat paling nonpolar akan lebih lama tertahan dalam kolom dan fasa diam.
Sehingga, komponen yang lebih dahulu keluar dari kolom adalah komponen yang
paling polar.
Adapun
data mengenai berat molekul, titik didih, dan perbedaan kepolaran dari heksan,
toluena dan xilena adalah sebagai berikut :
Bahan
|
Berat
molekul
|
Titik
didih
|
Indeks
Polaritas
|
Heksan
|
86
|
68,95 0C
|
0,1
|
Toluena
|
92,13
|
110 0C
|
2,4
|
Xilena
|
106,16
|
138,35
0C (para)
|
2,5
|
Berdasarkan
data diatas, heksan memiliki berat molekul dan titik didih yang lebih rendah
dibandingkan toluen dan xilena. Sehingga heksan lebih dulu berubah menjadi gas
lalu terbawa oleh gas pembawa dan keluar kolom lebih dalu, maka memiliki waktu
retensi yang lebih kecil yaitu puncak nomor 1. Dengan alasan yang sama, puncak 2 diduga toluena dan puncak no 4
diduga xilena.
2.
Analisi
kromatogram pertamax
Analisis
kualitatif dari sampel pertamax dilakukan dengan membandingkan waktu retensi pada
kromatogram pertamax dan kromatogram larutan standar. Berdasarkan data waktu
retensi yang hampir mendekati waktu retensi larutan standar, terdapat 2 puncak
yang diduga heksan yaitu puncak 7 dan 8, diduga toluena yaitu puncak 20 dan 21
dan puncak xilena 31 dan 32. Datanya sebagai berikut :
Komponen
standar
|
Waktu
retensi (tr) standar
|
Kromatogram
pertamax
|
Selisih
tr standar dengan tr pertamax
|
|
Puncak
|
Waktu
retensi
|
|||
Heksan
|
1.873
|
7
|
1.817
|
56
|
8
|
1.895
|
22
|
||
Toluena
|
3.351
|
20
|
3.237
|
114
|
21
|
3.375
|
24
|
||
Xilena
|
5.020
|
31
|
4.839
|
181
|
32
|
5.216
|
196
|
Dari data diatas
berdasarkan kedekatan selisih tr standar dan tr pertamax maka diduga puncak
ke-8 adalah heksan, puncak ke-21 adalah toluena dan puncak ke-31 adalah xilena.
3.
Analisi
kromatogram pertamax + standar
Analisi
kromatogram pertamax + standar dilakukan dengan metode co-kromatografi yaitu
dengan menambahkan larutan standar kedalam sampel pertamax dan dianisis
menggunakan kromatografi gas. Bila luas salah satu puncak bertambah yang dapat
dilihat dari tinggi puncak maka puncak yang mengalami pertambahan luas tersebut
sama dengan standarnya. Berikut hasil analisisnya :
Komponen
standar
|
Waktu
retensi (tr) standar
|
Kromatogram
pertamax + sampel
|
Selisih
tr standar dengan tr pertamax + standar
|
Area%
pertamax
|
Area% pertamax
+ standar
|
Penambahan
area% puncak kromatogram pertamax dan pertamax + standar
|
|
Puncak
|
Waktu
retensi
|
||||||
Heksan
|
1.873
|
7
|
1.803
|
70
|
3.073
|
8.428
|
5.355
|
8
|
1.960
|
87
|
0.870
|
0.520
|
-
0.350
|
||
Toluena
|
3.351
|
20
|
3.326
|
26
|
15.661
|
26.260
|
10.599
|
21
|
3.410
|
59
|
0.764
|
0.376
|
-0.388
|
||
Xilena
|
5.020
|
31
|
5.021
|
1
|
11.403
|
32.456
|
21.053
|
32
|
5.119
|
99
|
5.793
|
0.182
|
-5.611
|
Berdasarkan
data diatas, diduga puncak ke-7 adalah heksan, karena memiliki selisih waktu
retensi yang lebih kecil dengan larutan standar dan mengalami penambahan luas
area (area %) jika dibandingkan dengan
area % pada kromatogram pertamax yang tidak ditambahkan dengan
standar. Dengan alasan yang sama begitu juga dengan puncak ke-20 diduga toluena
dan puncak ke-31 diduga xilena.
I.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil analisis sampel pertamax yang dilakukan dengan gas kromatografi (GC)
terbukti bahwa dalam pertamax mengandung komponen heksana, toluena dan xilena.
DAFTAR
PUSTAKA
Haries, Danil. C (2007). Quantitative Chemical Analysis. New York
: W. H Freeman and Company
Harvey, David. (1956). Modern Analytical Chemistry. Depauw
University : Mc-Graw-Hill Company
Hendayana, Sumar. (2010). Kimia Pemisahan. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Wiji, dkk. (2013). Penentuan Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Lab. Kimia
Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Siregar, Johendri Haris. (2013). Perbedaan Premium, Pertamax, dan Pertamax
Plus. [online]. Tersedia : http :// johendri27gar.blogspot.com. [2 Maret
2014]
No comments:
Post a Comment